INDONESIA
MASA ORDE BARU
I. LATAR BELAKANG
LAHIRNYA ORDE BARU
Orde baru merupakan sebuah
istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Sukarno(Orde
Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah
pemberontakan PKI tahun 1965.
Orde baru lahir sebagai upaya
untuk :
Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia .
Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Latar belakang lahirnya Orde
Baru :
1.
Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
2.
Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30
September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung
lama.
3.
Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan
upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar
menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
4.
Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan
besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut
agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5.
Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung
membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front
Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66”
untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
6.
Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR
mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
ü
Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
ü
Pembersihan Kabinet Dwikora
ü
Penurunan Harga-harga barang.
7.
Upaya reshuffle
kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri
tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk
tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8.
Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk
mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965
tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa(Mahmilub).
9.
Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil
langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau
dan sulit dikendalikan.
Upaya menuju pemerintahan Orde
Baru :
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan
berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan
di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada
pemerintah karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI.
Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara
Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan.
Konflik Dualisme inilah yang membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya
karena akhirnya Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan
pemerintahan kepada Suharto.
Pada
tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai
pejabat Presiden RI . Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS
mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari
Presiden Sukarno .
12
Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia .
Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan
Orde Baru.
Pada
Sidang Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai Presiden
Republik Indonesia .
II.
KEHIDUPAN POLITIK MASA ORDE BARU
Upaya untuk melaksanakan Orde
Baru :
§
Melakukan pembaharuan menuju perubahan seluruh tatanan kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara.
§
Menyusun kembali kekuatan bangsa menuju stabilitas nasional guna mempercepat
proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
§
Menetapkan Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen.
§
Melaksanakan Pemilu secara teratur serta penataan pada lembaga-lembaga negara.
Pelaksanaan Orde Baru :
ü
Awalnya kehidupan demokrasi di Indonesia
menunjukkan kemajuan.
ü
Perkembangannya, kehidupan demokrasi di Indonesia tidak berbeda
dengan masa Demokrasi Terpimpin.
ü
Untuk menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia memutuskan untuk menganut
sistem pemerintahan berdasarkan Trias
Politika(dimana terdapat tiga pemisahan kekuasaan di
pemerintahan yaitu Eksekutif,Yudikatif, Legislatif) tetapi itupun tidak
diperhatikan/diabaikan.
Langkah yang diambil pemerintah
untuk penataan kehidupan Politik :
A.
PENATAAN POLITIK DALAM NEGERI
1.
Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa
peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA dengan tugas yang
dikenal dengan nama Dwi
Darma Kabinet Ampera yaitu untuk menciptakan stabilitas politik
dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur
Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut.
Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk
dan manifestasinya.
Selanjutnya setelah sidang MPRS
tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka
dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan
tugasnya yang disebut dengan Pancakrida,
yang meliputi :
Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi
Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama
Pelaksanaan Pemilihan Umum
Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 3o September
Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.
2.
Pembubaran PKI dan Organisasi masanya
Suharto sebagai pengemban
Supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya
pemerintahan maka melakukan :
Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya
Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..
Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi
terlarang di Indonesia .
Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap
terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul keraguan bahwa
mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
3.
Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka
dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan
partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai.
Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi
atas persamaan
program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan
sosial-politik, yaitu :
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan
Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai
politik Islam)
Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik,
Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat
nasionalis).
Golongan Karya (Golkar)
4.
Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah
berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap
lima tahun
sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
1)
Pemilu 1971
ü
Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana para
pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai peserta pemilu
dapat ikut menjadi calon partai secara formal.
ü
Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat pemilu
sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
ü
Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460 orang anggota DPR
dimana 360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
ü
Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya (236
kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia (24
kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7
kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba
dan Partai IPKI (tak satu
kursipun).
2)
Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu
1977 pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur
mengenai penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2
partai politik (PPP dan PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti
oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk PPP dan 29
kursi untuk PDI.
3)
Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada
tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan suara Golkar secara nasional meningkat.
Golkar gagal memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar
berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh tambahan 10
kursi sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.
4)
Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan
pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari Pemilu 1987 adalah:
PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding dengan pemilu
1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan asas Islam (pemerintah
mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu Pancasila) dan diubahnya lambang
partai dari kabah menjadi bintang.
Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk DPP PDI sebagai
hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.
5)
Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992
diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992 menunjukkan perubahan yang cukup
mengagetkan. Hasilnya perolehan Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282
kursi, sedangkan PPP memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6)
Pemilu 1997
Pemilu keenam dilaksanakan pada
29 Mei 1997. Hasilnya:
Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 % dengan
perolehan kursi 325 kursi.
PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan perolehan kursi
27 kursi.
PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat 11 kursi di
DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik internal dan terpecah antara PDI
Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan Pemilu yang
teratur selama Orde Baru menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi
pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung,
Umum, Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada
kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok
sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut
sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan
DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia
selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan
Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan
dari MPR dan DPR tanpa catatan.
5.
Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas
politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial.
Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi
ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI
adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam
pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah
kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi
stabilisator dan dinamisator.
6.
Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976,
Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan
mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia
Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai
Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde
baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka
sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan
masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman
yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama
diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.
Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang
kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa
Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan
adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk
menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk
indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem
kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia .
7.
Mengadakan
Penentuan
Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan oleh
wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
B.
PENATAAN POLITIK LUAR NEGERI
Pada masa Orde Baru, politik
luar negeri Indonesia
diupayakan kembali kepada jalurnya yaitu politik luar negeri yang bebas aktif.
Untuk itu maka MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan
politik luar negeri Indonesia .
Dimana politik luar negeri Indonesia
harus berdasarkan kepentingan nasional, seperti permbangunan nasional,
kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.
1)
Kembali menjadi anggota PBB
Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah
negara Asia bahkan dari pihak PBB sendiri hal
ini ditunjukkan dengan ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB
untuk masa sidang tahun 1974. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB
dilanjutkan dengan tindakan pemulihan hubungan dengan sejumlah negara seperti
India, Filipina, Thailand, Australia, dan sejumlah negara lainnya yang sempat
remggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.
2)
Normalisasi hubungan dengan beberapa negara
(1)
Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum pemulihan hubungan
dengan Malaysia Indonesia telah memulihkan hubungan dengan Singapura dengan
perantaraan Habibur Rachman (Dubes Pakistan
untuk Myanmar ).
Pemerintah Indonesia
menyampikan nota
pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang
disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya pemerintah Singapurapun
menyampikan nota
jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik.
(2)
Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia
dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966
yang menghasilkan perjanjian
Bangkok, yang berisi:
Ø
Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka
ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia .
Ø
Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
Ø
Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
Peresmian persetujuan pemulihan
hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di
Jakarta tanggal 11
agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal
ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing
negara..
3)
Pendirian ASEAN(Association of South-East Asian Nations)
Tujuan awal didirikan ASEAN adalah untuk
membendung perluasan paham komunisme setelah negara komunis Vietnam
menyerang Kamboja.
Hubungan kerjasama yang
terjalin adalah dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun
negara yang tergabung dalam ASEAN adalah Indonesia ,
Thailand ,
Malysia, Singapura, dan Filipina.
4)
Integrasi
Timor-Timur ke Wilayah Indonesia
Timor- Timur merupakan wilayah
koloni Portugis sejak abad ke-16 tapi kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat
di Portugis sebab jarak yang cukup jauh. Tahun 1975 terjadi kekacauan politik
di Timor -Timur antar partai politik yang tak
terselesaikan sementara itu pemerintah Portugis memilih untuk meninggalkan
Timor-Timur. Kekacauan tersebut membuat sebagian masyarakat Timor-Timur yang
diwakili para pemimpin partai politik memilih untuk menjadi bagian Republik Indonesia yang disambut baik oleh pemerintah Indonesia .
Secara resmi akhirnya Timor-Timur menjadi bagian Indonesia pada bulan Juli 1976 dan
dijadikan provinsi ke-27. Tetapi ada juga partai politik yang tidak setuju
menjadi bagian Indonesia
ialah partai
Fretilin. Hingga akhirnya tahun 1999 masa pemerintahan Presiden
Habibie melakukan jajak pendapat untuk menentukan status Timor-Timur.
Berdasarkan jajak pendapat tersebut maka Timor-Timur secara resmi keluar dari
Negara Kesatuan republik Indonesia
dan membentuk negara tersendiri dengan nama Republik Demokrasi Timor Lorosae atau Timur Leste.
III.
KEHIDUPAN EKONOMI MASA ORDE BARU
Pada masa Demokrasi Terpimpin,
negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga
mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan
Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional
terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara
dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini
dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan
tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang
lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena
itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut.
1.
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang kacau
sebagai peninggalan masa Demokrasi Terpimpin,pemerintah menempuh cara :
Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan
ekonomi, keuangan dan pembangunan.
MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan,
program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada
upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi
ekonomi. Stabilisasi
berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak
melonjak terus. Sedangkan rehabilitasi
adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari
kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin
berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.
Langkah-langkah yang diambil
Kabinet AMPERA mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
1)
Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan, seperti :
§
rendahnya penerimaan negara
§
tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara
§
terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
§
terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri
§
penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan
prasarana.
2)
Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3)
Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan
langkah-langkah penyelamatan
tersebut maka ditempuh cara:
Ø
Mengadakan operasi pajak
Ø
Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Ø
Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
Ø
Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program Stabilisasi dilakukan
dengan cara membendung laju inflasi.
Hasilnya bertolak belakang
dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun
inflasi berhasil dibendung (pada tahun akhir 1967- awal 1968)
Sesudah kabinet Pembangunan
dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS No.XLI/MPRS/1968, kebijakan
ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga
barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu
kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1969 kenaikan harga
bahan-bahan pokok dan valuta asing dapat diatasi.
Program Rehabilitasi dilakukan
dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.
Selama 10 tahun mengalami
kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan
desa, gerakan koprasi, perbankan disalah gunakan dan dijadikan alat kekuasaan
oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat
melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup masyarakat.
2.
Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama sangat parah,
hutangnya mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta negara-negara kreditor untuk
dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia . Pemerintah mengikuti
perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September
1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah
Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang
selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku.
Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai
berikut.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam , Belanda pada
tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta
kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal
dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia ). Melalui pertemuan itu
pemerintah Indonesia
berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan penangguhan
dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya.
3.
Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional
pada masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah
pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan
dan Delapan Jalur
Pemerataan. Inti
dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua
lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembagunan
adalah sebagai berikut.
1.
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .
2.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaannya pembangunan nasional
dilakukan
secara bertahap yaitu,
ü
Jangka panjang
mencakup periode 25 sampai 30 tahun
ü
Jangka pendek
mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran
lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu
saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama masa Orde Baru terdapat
6 Pelita, yaitu :
1.
Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969
hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I
: Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan
sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita
I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan
rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat
Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia
masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali
(Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947
bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia . Peristiwa ini merupakan
kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan
dominasi ekonomi di Indonesia
sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia . Terjadilah pengrusakan
dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2.
Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1
April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran
utamanya adalah tersedianya
pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan
memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan
Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun
menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi
9,5%.
3.
Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1
April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada
Trilogi Pembangunan dengan penekanan
lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan,
yaitu:
§
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan
perumahan.
§
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
§
Pemerataan pembagian pendapatan
§
Pemerataan kesempatan kerja
§
Pemerataan kesempatan berusaha
§
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi
muda dan kaum perempuan
§
Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
§
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4.
Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1
April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik
beratnya adalah sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun
1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia . Pemerintah akhirnya
mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan
ekonomi dapat dipertahankan.
5.
Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1
April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik
beratnya pada sektor pertanian
dan industri. Indonesia
memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8
% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang
menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6.
Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1
April 1994 hingga 31 Maret 1999.
Titik beratnya masih pada pembangunan
pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini
terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia .
Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
IV.
Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru
Dampak positif dari kebijakan
politik pemerintah Orba :
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan
yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik
karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap
bertentangan dengan Pancasila.
Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
Dampak negatif dari kebijakan
politik pemerintah Orba:
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan
sentralistis.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan
benar kepada rakyat Indonesia .
Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan,
sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara
demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk
melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden
melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak
mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan
besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari
intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat
lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa
sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang
rakyat.
Dampak Positif Kebijakan
ekonomi Orde Baru :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah
terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang
semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi
Orde Baru :
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam
masyarakat terasa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi
sosial)
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme)
Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil
kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan
politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan
ekonomi sangat rapuh.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah
yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur,
dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya
perekonomian nasional Indonesia
menjelang akhir tahun 1997.
V.
PERKEMBANGAN REVOLUSI HIJAU, TEKNOLOGI dan INDUSTRIALISASI
Kebijakan modernisasi pertanian
pada masa Orde baru dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau.
Revolusi Hijau merupakan perubahan cara
bercocok tanam dari cara tradisional ke cara modern.
Revolusi Hijau (Green Revolution)
merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan
ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan
jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut.
Tujuan Revolusi hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant)
menjadi petani-petani gaya baru (farmers),
memodernisasikan pertanian gaya
lama guna memenuhi industrialisasi ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai dengan
semakin berkurangnya ketergantungan para petani pada cuaca dan alam karena
peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan produksi
bahan makanan.
Latar belakang munculnya
revolusi Hijau
adalah karena munculnya masalah kemiskinan yang disebabkan karena pertumbuhan
jumlah penduduk yang sangat pesat tidak sebanding dengan peningkatan produksi
pangan. Sehingga dilakukan pengontrolan jumlah kelahiran dan meningkatkan usaha
pencarian dan penelitian binit unggul dalam bidang Pertanian. Upaya ini terjadi
didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas Robert Malthus.
Upaya yang dilakukan pemerintah
Indonesia untuk
menggalakan revolusi hijau ditempuh dengan cara :
1.
Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi
Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi :
a.
Pemilihan Bibit Unggul
b.
Pengolahan Tanah yang baik
c.
Pemupukan
d.
Irigasi
e.
Pemberantasan Hama
2.
Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan
tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan lahan-lahan baru (misal mengubah
lahan tandus menjadi lahan yang dapat ditanami, membuka hutan, dsb).
3.
Diversifikasi Pertanian
Usaha penganekaragaman jenis
tanaman pada suatu lahan pertanian melalui sistem tumpang sari. Usaha ini
menguntungkan karena dapat mencegah kegagalan panen pokok, memperluas sumber
devisa, mencegah penurunan pendapatan para petani.
4.
Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan
produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang membahayakan kondisi
lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat di daerah tersebut. Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan
makanan dan sekaligus sebagai stabilisator lingkungan.
Pelaksanaan Penerapan Revolusi
Hijau:
Ø
Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani.
Ø
Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering perkembangan
teknologi dan komunikasi.
Ø
Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur, yaitu
menanami lahan dengan satu jenis tumbuhan saja.
Ø
Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang
diharapkan yang tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam di lahan
tertentu.
Ø
Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi
Internasional (IRRI=International Rice Research Institute) yang bekerjasama
dengan pemerintah, bibit padi unggul tersebut lebih dikenal dengan bibit IR.
Ø
Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan
komersialisasi.
Ø
Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan pembagunan
industri pupuk nasional.
Ø
Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit
Desa).
Dampak Positif Revolusi Hijau :
Memberikan lapangan kerja bagi para petani maupun buruh pertanian.
Daerah yang tadinya hanya dapat memproduksi secara terbatas dan hanya untuk
memenuhi kebutuhan minimal masyarakatnya dapat menikmati hasil yang lebih baik
karena revolusi hijau.
Kekurangan bahan pangan dapat teratasi.
Sektor pertanian mampu menjadi pilar penyangga perekonomian Indonesia terutama terlihat ketika Indonesia
mengalami krisis ekonomi sehingga orang beralih usaha ke sektor agrobisnis.
Dampak Negatif Revolusi Hijau :
Muncullah komersialisasi produksi pertanian
Muncul sikap individualis dalam hal penguasaan tanah
Terjadi perubahan struktur sosial di pedesaan dan pola hubungan antarlapisan
petani di desa dimana hubungan antar lapisan terpisah dan menjadi satuan sosial
yang berlawanan kepentingan.
Memudarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat yang awalnya menjadi pengikat
hubungan antar lapisan.
Muncul kesenjangan ekonomi karena pengalihan hak milik atas tanah melalui jual
beli.
Harga tanah yang tinggi tidak terjangkau oleh kemampuan ekonomi petani lapisan
bawah sehingga petani kaya mempunyai peluang sangat besar untuk menambah luas
tanah.
Muncul kesenjangan sosial karena kepemilikan tanah yanmg berbeda menyebabkan
tingkat pendapatanpun akan berbeda.
Muncul kesenjangan yang terlihat dari perbedaan gaya
bangunan maupun gaya
berpakaian penduduk yang menjadi lambang identitas suatu lapisan sosial.
Mulai ada upaya para petani untuk beralih pekerjaan ke jenis yang lain seiring
perkembagan teknologi.
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
Perkembangan teknologi
memberikan pengaruh positif bagi Indonesia khususnya bagi
peningkatan industri pangan:
§
Digunakannya pupuk buatan dan zat-zat kimia untuk memberantas hama penyakit sehingga produksi pertanianpun
meningkat.
§
Proses pengolahan lahanpun menjadi cepat dengan digunakan traktor
§
Proses pengolahan hasil menjadi cepat dengan adanya alat penggiling padi
Adapun dampak negatif dari
perkembangan teknologi tersebut adalah
§
Timbulnya pencemaran pada air maupun tanah akibat penggunaan pestisida (pupuk
kimia) yang berlebih. Sebab jika unsur nitrat maupun fosfat yang terkandung
dalam pupuk dalam jumlah banyak masuk ke sungai akan menyebabkan pertumbuhan
ganggang biru serta tanaman air lainnya yang menyebabkan pengeringan sungai
karena banyaknya tumbuhan air (eutrofikasi).
§
Penggunaan pestisida dapat membunuh hama
tanaman, serangga pemakan hama ,
burung, ikan dan hewan lainnya. Bahkan dari unsur-unsur yang terkandung dalam
pestisida dapat berubah menjadi senyawa yang membahayakan kehidupan.
§
Pelaksanaan monokultur menyebabkan hubungan yang tidak seimbang antara tanah,
hewan, dan tumbuh-tumbuhan sehingga kesimbangan alam akan terganggu yang
menyebabkan berjangkitnya hama
dan penyakit.
§
Adanya sistem peladangan berpindah atau penebangan pohon dalam jumlah besar
yang dilakukan oleh pihak pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) guna dibuat pemukiman
baru menyebabkan kerusakan lingkungan kususnya pada ekosistem tanah.
§
Semakin sempit lahan pertanian karena diubah menjadi wilayah pemukiman dan
industri.
§
Meningkatnya kegitan penggalian sumber alam, pertambangan liar yang kurang
memperhatikan kondisi lingkungan.
§
Pengurangan jumlah tenaga kerja manusia yang terlibat dalam proses produksi
karena telah tergantikan oleh mesin-mesin sehingga bersifat padat modal dan
hemat tenaga kerja. Berdampak pada munculnya pengangguran.
INDUSTRIALISASI DI INDONESIA
Revolusi Hijau ini menyebabkan
upaya untuk melakukan modernisasi yang berdampak pada perkembangan
industrialisasi yang ditandai dengan adanya pemikiran ekonomi rasional.
Pemikiran tersebut akan mengarah pada kapitalisme.
Dengan industrialisasi juga
merupakan proses budaya dimana dibagun masyarakat dari suatu pola hidup atau
berbudaya agraris tradisional menuju masyarakat berpola hidup dan berbudaya
masyarakat industri. Perkembangan industri tidak lepas dari proses perjalanan panjang
penemuan di bidang teknologi yang mendorong berbagai perubahan dalam
masyarakat.
Upaya pemerintah untuk
meningkatkan industrialisasi adalah :
-
Meningkatkan perkembangan jaringan informasi, komunikasi, transportasi untuk
memperlancar arus komunikasi antarwilayah di Nusantara.
-
Mengembangkan industri pertanian
-
Mengembangkan industri non pertanian terutama minyak dan gas bumi yang
mengalami kemajuan pesat.
-
Perkembangan industri perkapalan dengan dibangun galangan kapal di Surabaya yang dikelola
olrh PT.PAL Indonesia.
-
Pembangunan Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN) yang kemudian berubah
menjadi PT. Dirgantara Indonesia .
-
Pembangunan kawasan industri di daerah Jakarta ,
Cilacap, Surabaya , Medan , dan Batam.
-
Sejak tahun 1985 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di
bidang industri dan investasi.
Industrialisasi di Indonesia
ditandai oleh :
Tercapainya efisiensi dan efektivitas kerja.
Banyaknya tenaga kerja terserap ke dalam sektor-sektor industri.
Terjadinya perubahan pola-pola perilaku yang lama menuju pola-pola perilaku
yang baru yang bercirikan masyarakat industri modern diantaranya rasionalisasi.
Meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat di berbagai daerah khususnya di
kawasan industri.
Menigkatnya kebutuhan masyarakat yang memanfaatkan hasil-hasil industri baik
pangan, sandang, maupun alat-alat untuk mendukung pertanian dan sebagainya.
Dampak positif industrialisasi adalah
tercapainya efisiensi dan efektifitas kerja.
Dampak negatif dari industrialisasi adalah
Munculnya kesenjangan sosial dan ekonomi yang ditandai oleh kemiskinan serta
Munculnya patologi
sosial (penyakit sosial) seperti kenakalan remaja dan kriminalitas
MENGUATNYA PERAN NEGARA PADA
MASA ORDE BARU
Sejarah membuktikan, peranan negara yang
terlalu kuat dan dominan dalam mengatur sendi-sendi kehidupan rakyatnya akan
berdampak tidak baik bagi kehidupan demokrasi dan kebebasan warganegara.
Pemerintah Orde Baru dalam perjalanannya menunjukkan gejala-gejala tersebut.
Walaupun semangat Orde Baru pada awalnya amat luhur, yaitu menjalankan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, perjalanan politiknya
diwarnai oleh usaha-usaha pemanfaatan Pancasila dan UUD 1945 itu untuk
kepentingan melanggengkan kekuasaan. Tindakan-tindakan pelanggengan kekuasaan
ini berbanding lurus dengan makin menguatnya lembaga kepresidenan dalam
kehidupan kenegaraan. Lembaga kepresidenan pada akhirnya menjadi center of power,
menjadi pusat segala kekuasaan yang berjalan. Karena presiden merupakan kepala
negara, maka dengan terpusatnya kekuasaan pada tangan presiden mengkibatkan
peranan negara makin lama makin kuat dan mendominasi seluruh alat-alat negara
yang ada dibawahnya.
Dalam pasal-pasal UUD 1945 (sebelum amandemen)
yang mengatur tentang kewenangan presiden, secara eksplisit dapat kita tangkap
bahwa kewenangan presiden memang begitu besar dalam mengatur alat-alat negara.
Kewenangan ini benar-benar dimanfaatkan oleh Orde Baru untuk melanggengkan
sekaligus mempertahankan kekuasaannya, sehingga kekuasannya dapat berjalan
sedemikian lama. Dalam hal ini pasal 7 UUD 1945 (sebelum amandemen) punya
peranan besar, pasal ini menyebutkan bahwa masa jabatan presiden berlangsung
selama 5 tahun dan selanjutnya dapat dipilih kembali, tidak ada pembatasan
maksimal sampai berapa kali presiden boleh menduduki jabatannya. Presiden
menafsirkan pasal ini dengan dengan terus menerus mencalonkan dirinya kembali
setiap
tahun.
Selain itu, faktor-faktor yang menyebabkan
presiden dapat berkuasa begitu lama bisa kita simpulkan dari pemaparan
sebelumnya mengenai aspek-aspek politik dalam pemerintahan Orde Baru, yaitu:
kontrol presiden yang besar terhadap rekrutmen politik baik pada institusi
pemerintah maupun non-pemerintah; posisi presiden sebagai panglima tertinggi
angkatan bersenjata; otoritas personal (gelar) presiden yang dijadikan sumber
legitimasi kekuasaan; dan sumberdaya keuangan presiden yang amat besar.
DAMPAK MENGUATNYA PERAN NEGARA
TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT PADA MASA ORDE BARU
1. Dampak di Bidang Politik
a.) Pemerintahan yang Otoriter
Presiden mempunyai kekuasaan
yang sangat besar dalam mengatur jalannya pemerintahan. Segala hal yang
berhubungan dengan politik dan pemerintahan ditentukan oleh presiden dengan
tidak mengindahkan posisi dan wewenang institusi-institusi negara yang lain.
Dengan kata lain, segala kekuasaan yang berjalan berpusat di tangan presiden.
b.) Dominasi Golkar
Golongan Karya (Golkar) merupakan mesin politik
Orde Baru yang paling diandalkan. Ia selalu meraup suara terbanyak dalam setiap
penyelenggaraan pemilu di masa Orde Baru, suara yang diperoleh pun selalu
melampaui prosentase 50%, tak pelak lagi, Golkar menjadi satu-satunya kekuatan
politik
yang paling dominan. Tidak ada partai politik lain yang bisa menandingi kekuasaan Golkar baik di parlemen maupun eksekutif.
c.) Pemerintahan yang
Sentralistis
Menguatnya peran negara juga menyebabkan
timbulnya
pemerintahan yang sentralistis. Pemerintahan sentralistis ditandai dengan adanya pemusatan penentuan kebijakan publik pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah diberi peluang yang sangat kecil untuk mengatur pemerintahan dan mengelola anggaran daerahnya sendiri.
2. Dampak di Bidang
Ekonomi
Meskipun pembangunan ekonomi Orde Baru
menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, dampak negatifnya cukup
signifikan. Dampak negatif ini disebabkan karena kebijakan Orde Baru yang
terlalu mengkonsentrasikan pada pertumbuhan ekonomi.
a.) Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN)
Kebijakan yang mengkonsentrasikan diri pada
pertumbuhan ekonomi berdampak buruk bagi terbentuknya mentalitas dan budaya
korupsi para pejabat di
. Distribusi hasil pembangunan dan pemanfaatan dana untuk pembangunan tidak dibarengi dengan kontrol yang efektif dari pemerintah terhadap aliran dana itu, sehingga sangat rawan untuk disalahgunakan. Hal ini terjadi pada hampir semua institusi negara baik pemerintah maupun swasta.
b.) Kesenjangan Ekonomi dan
Sosial
Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan
terbukanya akses dan distribusi yang merata sumber-sumber ekonomi kepada
masyarakat. Hal itu mengakibatkan kesenjangan sosial di masyarakat. Presiden
Soeharto sendiri mengakui hal itu, ia bahkan menyatakan bahwa kesenjangan
sosial lebih membahayakan daripada masalah kemiskinan. Secara umum, kesenjangan
sosial di
pada masa Orde Baru terbagi atas tiga bentuk: kesenjangan kaya dan miskin, kesenjangan desa dan
, serta kesenjangan sektor industri dan sektor pertanian.
c.) Konglomerasi
Pola dan kebijakan perekonomian
yang ditempuh pemerintah Orde Baru berdampak pada munculnya konglomerasi di
seluruh sektor usaha di Indonesia
. Pada awalnya,
pemerintah memperkirakan bahwa konglomerasi ini akan menjadi penggerak ekonomi
nasional, namun perkiraan pemerintah meleset, karena bagaimanapun para
konglomerat lebih mementingkan bisnisnya daripada negara. Konglomerasi ini
menguasai seluruh sektor usaha di dari mulai industri hulu sampai industri hilir, serta hampir menguasai semua lahan bisnis yang tersedia di
Dari berbagai sumber